Melukis Emosi Jadi Harmoni

Posted by Unknown Jumat, 27 Desember 2013 0 komentar

Oleh: Gede Prama

Di dunia spiritual mendalam, sebagian sahabat sangat membenci emosi. Terutama emosi negatif seperti marah dan benci. Bila boleh jujur, bahkan setelah tercerahkan pun emosi tetap ada di dalam. Kendati oleh makhluk tercerahkan hanya disaksikan dengan senyuman. Di sisi biologi, badan terbuat dari tanah, air, api, udara, ruang. Unsur api di sisi biologi memiliki mitra di sisi psikologi dalam bentuk emosi. Sehingga semasih seseorang memiliki tubuh biologi, selama itu juga emosi akan tetap ada.
Survival of The Fittest
Dalam karyanya berjudul Expression of the Emotions in Man and Animals, Charles Darwin terang sekali bercerita bahwa manusia memiliki ekspresi emosi serupa di mana-mana. Lebih dalam dari itu, penemu teori evolusi ini berspekulasi, emosi adalah kunci penting bagi keberlangsungan sebuah spesies (survival of the fittest).
Di zaman Darwin, ini memang hanya sebuah spekulasi. Di zaman ini, ia didukung oleh banyak sekali penelitian akademis. Candace B. Pert, Ph.D adalah salah satu ilmuwan yang teliti sekali dalam soal ini. Dalam karya indahnya berjudul Molecules of Emotion, ia bercerita terang dan dalam, bagaimana emosi berperan besar dalam proses kesembuhan baik biologi maupun psikologi.
Emosi, demikian guru besar peneliti di Departemen Fisiologi dan Biofisika di Universitas Georgetown ini menulis, bisa menjadi sumber penyakit, bisa juga menjadi sumber kesembuhan. Di sejumlah penelitian terlihat terang benderang, tiap perubahan dalam emosi diikuti perubahan di sisi fisiologi. Kembali ke spekulasinya Darwin, hati-hati dengan emosi. Ia menentukan seberapa lama sekaligus seberapa bahagia seseorang akan hidup.
Survival of The Kindest
Di psikologi, emosi adalah bidang kajian yang luas dan terbuka. Sigmund Freud menggarisbawahi trauma dan perasaan yang ditekan-tekan selama bertahun-tahun, terutama di umur nol hingga sepuluh tahun. Semakin banyak trauma dan perasaan yang ditekan-tekan, semakin labil seseorang secara emosi. Itu sebabnya Freud menyarankan untuk mengekspresikan emosi secara sehat melalui buku harian, persahabatan dan dialog.
Carl G. Jung melalui archetype-nya lebih dekat dengan meditasi dan filsafat Timur. Dengan simbol lingkaran sempurna (mirip bumi, bulan purnama, matahari), emosi hanya rangkaian energi yang mengalir. Ia sesederhana malam berganti siang, atau musim panas berganti musim hujan. Rasa sakit terjadi karena seseorang gagal mengalir, kesembuhan terjadi karena seseorang menyatu sempurna dengan tiap aliran kekinian.
Sebagaimana langit yang alaminya berwarna biru, kebersatuan dengan kekinian secara alami melahirkan kebaikan. Terutama kebaikan untuk menolong agar semua makhluk bisa sembuh dengan cara mengalir. Tatkala menolong, seseorang tidak saja sedang meringankan beban orang lain, tapi juga sedang membangkitkan perasaan bermakna dan berguna. Rasa berguna dan bermakna inilah yang bisa memperpanjang umur seseorang. Inilah survival of the kindest.
Lukisan Harmoni
Itu sebabnya di jalan meditasi, terutama di tingkat kesempurnaan (bukan di tingkat pertumbuhan) orang disarankan berputar di lingkaran sempurna: “terima, mengalir, senyum”. Rasa sakit seperti bayi menangis, kesadaran digambarkan dalam bentuk seorang ibu yang mendekap putra tunggalnya.
Meminjam hasil penemuan psikolog Inggris John Bowlby di tahun 1960an tentang attachment theory, sejak lahir otak kita secara biologis didesain untuk penuh cinta dan peduli. Sehingga tatkala seseorang belajar “menerima, mengalir, tersenyum”, ia sedang kembali ke rumah alami otak. Sebagaimana gunung, pantai, sungai yang alami terlihat dan terasa indah, emosi yang diterima, dibiarkan mengalir, dan didekap dengan senyuman, kemudian berubah jadi lukisan indah harmoni.
Pengertian menerima, mengalir, senyum bukan berarti marah semaunya, benci sekehendak hati. Sekali lagi bukan. Serupa dengan tukang taman. Yang ditanam memang hanya rumput Jepang, tapi rumput liar ikut tumbuh. Dan rumput liar ini (baca: emosi negatif) terus menerus dicabut tanpa keluhan. Sudah menjadi sifat alami taman, di mana ada rumput di sana ada rumput liar. Menerima sifat alami rumput sebagai rumput, rumput liar sebagai rumput liar, itulah lukisan indah harmoni.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Melukis Emosi Jadi Harmoni
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://al-mira4.blogspot.com/2013/12/di-dunia-spiritual-mendalam-sebagian.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Buat Email | Copyright of Almira.